Sumber: Cahaya Nabawiy No.49Tahun V shafar 1428/Maret 2007 oleh Ernaz Siswanto.
“Jika mengkafirkan seorang muslim saja berakibat pada dosa yang besar, bagaimana dengan pengkafiran yang dituduhkan pada seketompok muslimin yang terbanyak, dan menuduh mereka berbuat syirik”“
Sering kali kita temukan dalam selebaran, majalah, internet dsb. yang berisi penghujatan dan. pengkafiran terhadap orang-orang yang bertawasul kepada Nabi SAW. Caci maki dan tuduhan syirik ini tidak hanya ditujukan kepada sebagian dari kaum muslimin, Prof. Dr. Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliky bahkan tidak luput dari caci maki dan tuduhan syirik oleh segelintir kaum ini. Lewat sebuah buku yang berjudul Hadzihi Mafahimuna guru besar ulama senusantara ini oleh Ibnu Mani’ dituduh sebagai penyebar bid’ah dan orang musyrik. Secara kasar, ia mengeritik Abuya Maliky yang bermazhab Maliki ini - seperti gaya kaum Khawarij yang begitu mudah mengkafirkan lawan yang tak sefaham.Upacara tahlil, pembacaan Maulid Nabi dan praktek rohaniah lain yang mencair dengan nuansa budaya - seperti Maulid Nabi yang hakikatnya madah (memuji) Rasul yang merupakan ekspresi kecintaan (mahabbah) kepada Nabi direspons Wahabi sebagai syirk dan bid’ah. Oleh mereka amalan yang bersumber ‘urf ini, dicari argumentasinya melalui dalil-dali! syara’, bukan adat positif yang justru dibenarkan oleh Islam. Mereka menuduh karena di zaman Nabi tidak ada seperti itu, maka haram orang sekarang mengadakan segal hal yang di zaman Nabi tidak ada. Perbedaan furu’ lainnya antar mazhab dianggap pertentangan yang tak bisa dikompromi dan paling-paling digauli secara kaku hingga menimbulkan permusuhan. (Baharun, 2006)Salah satu hal yang sering dimunculkan di permukaan adalah penyebutan bi jaah rasul (dengan kedudukan rasul), bi haqqi rasul (dengan kebenaran rasul), manakala umat Islam berdoa memohon sesuatu kepada Allah. Menurut orang-orang Wahabi itu, hal ini adalah perbuatan bid’ah dan musyrik tidak ada dasarnya baik nabi terdahulu maupun para sahabat melakukan hal itu, sehingga orang yang melakukannya dapat membawa kepada kekafiran.Pandangan sempit semacam itu sebenarnya sudah di bahas oleh ulama-lama kita baik mutaqaddimin maupun mutaakhirin. Salah satunya adalah sebuah hadits sahih yang terdapat dalam kitab Al Ajwibatu Al Ghaliyah karangan Habib Zain bin Smith (Madinah). Bahwasannya diriwayatkan oleh Al Hakim, Tahbarani dan Al Baihaqi dari Umar bin Khattab ra. secara marfu’:
Artinya: Ketika Adam menyadari akan kesalahannya, ia berkata: “Wahai Tuhan aku memohon kepadaMu dengan Hak (kedudukan) Muhammad ampunilah dosaku.” Allah berfirman: “Bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal aku belum menciptakannya?”. Jawab Adam: “Wahai Tuhan, ‘ketika Engkau menciptakan aku dengan tanganMu dan Engkau meniupkan ruhMu kepadaku, makaaku mengangkat kepalaku dan aku lihat di kaki ‘Arsy tertulis “Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Maka aku tahu bahwa Engkau tidak meletakkan nama orang lain di sisi namaMu yang paling Engkau cintai.” Allah berftrman: “Apa yang kau katakan benar wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai, ketika engkau memohon kepadaKu dengan kak Muhammad, maka Aku segera memberimu ampun, dan andaikata bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptakan engkau.”
Bagi orang yang munsyif dan berakal, kiranya hadits ini sudah cukup sebagai landasan boleh bertawasul bi-haqqi Muhammad Bahkan masih banyak pembahasan secara panjang lebar dari para ulama, diantaranya terdapat dalam kitab Mafahim Yajib an Tushaha karangan Prof. Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliky, dan Al Ajwibatu Al Ghaliyah karangan Habib Zain bin Smith.Tentunya kajian yang dilakukan harus menggunakan hati yang bersih dengan niatan mencari kebenaran Ilahi. Dengan banyak membaca buku dan kitab-kitab karangan ulama shalih dan ikhlas, akan memberikan pengaruh jiwa kepada kita untuk tidak mudah mengkafirkan atau menuduh orang lain melakukan perbuatan bid’ah dan syirik.Karena seorang yang menganggap dirinya muslim, sangat tidak diperbolehkan mengkafirkan orang lain yang telah mengucapkan kalimat tauhid. Telah disebutkan dalam sebuah hadits sahih bahwa Rasul SAW ber-sabda::
“Jika seseorang mengkafirkan saudaranya, maka tuduhan itu akan menimpa salah satu dari keduanya, jika tuduhan itu memang benar, maka tuduhan itu akan mengenai orang yang dituduh, kalau tidak maka tuduhan itu akan kembali kepada yang menuduh”. (HR. Muslim)
Imam Abu Bakar Al Baqillani telah berkata::
“Sesungguhnya memasukkan seribu orang kafir ke dalam Islam di-karenakan satu tanda misteri kelslam-an, lebih ringan dari pada mengkafirkan seorang muslim dengan seribu tanda misteri kekafiran “.
Jika mengkafirkan seorang muslim saja berakibat pada dosa yang besar, bagaimana dengan pengkafiran yang dituduhkan pada sekelompok muslimin yang terbanyak, dan menuduh mereka berbuat syirik hanya dikarenakan mereka melakukan tawasul dan mohon barokah dengan atsar orang-orang sha-leh? Padahal iman mereka kepada Allah amat kokoh, dan mereka terdiri dari ulama’ulama yang memiliki sanad keilmuan sampai pada tabi’in, sahabat dan Rasulullah? Kiranya untuk menjawab pandangan orang-orang semacam ini, kita kemukakan sabda yang menyatakan::
“Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah oleh’ orang-orang yang shalat di Jazirah arab, akan tetapi ia tidak putus asa untuk mengadu domba di antara sesama mereka”. (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Sudah jelas sekali, ini adalah upaya propaganda setan untuk memecah belah sesama umat Islam. Sekarang tinggal umat Islam itu sendiri, maukah duduk bersama bermusyawarah untuk tafahum saling memahami antar perbedaan furu’, ataukah tetap pada sikap ashobiyahnya masing-masing hingga datang kehancuran umat Islam?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar