Rabu, 26 November 2008

MANAQIB HABIB ABDURRAHMAN BIN MUHAMMAD AL JUFRI

Habib Abdurrahman bin Muhammad Aljufri (Manakib 6)
Singa yang Doanya MustajabDengan menjaga perintah Allah SWT dan menjalankan sunah Rasulullah SAW, doa-doanya selalu mustajab. Tarim, Hadramaut, Yaman, terkenal sebagai “gudang” para ulama besar dan waliullah. Salah seorang di antaranya ialah Habib Abdurrahman bin Muhammad Aljufri, waliullah yang termasyhur memiliki beberapa karamah luar biasa. Suatu hari ia berkunjung ke sebuah lembah yang dihuni penduduk yang kekurangan air. Penduduk minta ia berdoa agar sumur-sumur mereka terisi air. Maka Habib Abdurrahman pun berdoa dengan khusyuk. Dan seketika itu juga keluarlah air dari semua sumur. Tak lama kemudian kawasan tersebut menjadi subur.Ulama ini lebih dikenal dengan nama Habib Abdurrahman Maulana Arsyeh. Sejak kecil ia belajar langsung dari ayahandanya, dan sejak remaja telah menghafal Al-Quran. Seperti para ulama yang lain, ia juga banyak menimba ilmu dari para ulama besar di Hadramaut, kemudian melanjutkan pengembaraan ke beberapa kota, sampai akhirnya mengaji di Mekah dan Medinah.Ketika berada di Inat, Hadramaut, ia menjadi murid kesayangan seorang ulama besar, Habib Abubakar bin Salim. Bahkan dalam sebuah kesempatan Habib Abubakar menyatakan, ”Abdurrahman adalah anakku. Aku telah memperhatikannya sejak ia masih dalam kandungan ibunya. Kelak, bila ia telah lahir, aku akan berikan setengah dari maqam-ku, sementara ucapannya adalah rohku, roh Abdurrahman Aljufri.”Keluarga Syekh Abu Bakar bin Salim juga menghormati dan menyayanginya. Mereka bahkan mengibaratkan Habib Abdurrahman sebagai “singa yang gagah, giginya kuat, doanya mustajab dan karamahnya banyak”. Salah satu karamah Habib Abdurahman ialah cintanya yang begitu besar kepada para gurunya. Ibaratnya, ia akan merasa sakit apabila gurunya sakit.Ketika sedang terbaring sakit, Syekh Abu Bakar bin Salim bertanya kepada beberapa muridnya yang duduk di sekitar pembaringan, “Di mana Habib Abdurahman berada?” Saat itu, Habib Abdurahman masuk ke dalam kamarnya, dan Habib Abu Bakar bin Salim meneteskan air mata. Ia lalu menyerahkan sebuah mushaf Al-Quran, baju gamis, dan tongkat kesayangannya, sambil mengusap-usap kepala dan dada Habib Abdurrahman.Sangat PrihatinKemudian ia berdoa supaya Habib Abdurrahman mendapat berkah dari Allah SWT, “Semoga Allah SWT mengakhirimu dan keturunanmu dengan sa’adah, kebahagiaan. Wahai Abdurrahman, aku tidak akan melupakanmu, dan telah membagikan kepadamu rahasia ilmu; juga kepada keturunanmu, dengan sepenuh barakah kepada keluarga dan keturunanmu.” Demikian terungkap dalam kitab Masyarur Rawi fi Manakib Al-Ba’alawi.Habib Abdurrahman juga dikenal sebagai mubalig yang berani. Selain itu, dia juga gemar beramal saleh kepada semua golongan. Para tamu yang datang ke rumanya, siapa pun dia, selalu dijamu dengan hidangan yang enak. Barangkali itu sebabnya banyak tamu yang datang dari berbagai penjuru. Terutama karena, ketika mereka minta didoakan, doanya selalu makbul.Salah satu peninggalannya yang sampai sekarang selalu diziarahi ialah sebuah masjid yang terletak di samping kubah makamnya di Tarim. Suasana masjid itu sangat memesona dan berwibawa, mampu menggetarkan hati para jemaah yang salat di dalamnya. Di masjid yang kini mulai dibangun kembali itu, banyak ulama biasa beriktikaf.Usai menunaikan ibadah haji, ia lalu mengaji di Medinah selama tujuh tahun bersama Habib Ahmad bin Muhammad Alhabsyi. Ketika belajar, mereka hidup sangat prihatin. Setiap hari mereka mengumpulkan kayu bakar dan menjualnya. Atas ketekunan dan ketabahan mereka, konon Nabi Khidlir datang menemui mereka. Dalam penampakan itu, Nabi Khidlir berkata, “Kalian jangan tinggal lagi di Medinah, karena sudah tampak pada kalian cahaya pemimpin Mekah. Ia mempunyai anak perempuan yang tidak bisa berdiri atau berjalan, kecuali duduk di tempat tidurnya. Mereka akan berobat kepada kalian.”Setelah Nabi Khidlir berlalu, datanglah seorang pemimpin Mekah bersama anak perempuannya kepada Habib Abdurrahman, yang kemudian memberinya pakaian sambil berkata, ”Pakailah pakaian ini, mudah-mudahan Allah SWT memberi kesembuhan kepada anak perempuanmu.” Setelah memakai baju tersebut, tak lama kemudian anak perempuan itu sembuh dan dapat berdiri, dapat berjalan seperti layaknya orang sehat.Mengenai karamah-karamahnya, ia menyatakan, karamah yang paling besar ialah istikamah dalam beribadah kepada Allah SWT. “Jangan heran pada orang yang bisa berjalan sangat cepat di bumi, atau bisa terbang di udara, atau berjalan di atas air. Karena, sesungguhnya setan juga bisa melakukannya,” katanya.Setiap kali Habib Abdurrahman mendoakan seorang pasien, atas izin Allah SWT sang pasien segera tidak merasakan sakit. Bahkan gurunya, Syekh Abu Bakar bin Salim, memerlukan datang kepadanya untuk berobat.Karamah yang luar biasa itu juga tampak dari ketekunan Habib Abdurrahman ketika mempelajari tiga buah kitab karangan gurunya, Syekh Abu Bakar bin Salim. Suatu malam, datanglah beberapa ekor tikus menggondol kitab-kitab tersebut. Ia langsung berdoa, dan seketika itu juga berjatuhanlah tikus-tikus itu, mati. Setelah itu tidak ada lagi seekor tikus pun di rumahnya.Demikian juga ketika muncul wabah belalang yang menyerang tanaman di sebuah desa. Untuk membantu para petani, ia berdoa mengusir belalang tersebut. Dan sejak itu tak ada lagi belalang yang mengganggu para petani.AST, dari berbagai sumber

MANAQIB HABIB UMAR BIN ABDULLAH BIN HAFIDZ AS SYATHIRI

Rubath Tarim terletak di jantung kota Tarim. Didirikan pada tahun 1304 H oleh para tokoh habaib dari keluarga Al-Haddad, Al-Junaid, Al-Siri. Di samping masyaikh dari keluarga Arfan. Sedangkan yang pertama kali mewakafkan sebagian besar tanahnya adalah Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, saudara Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri dan ayah Al-Habib Muhammad bin Ahmad Asy-Syathiri. Rubath Tarim didirikan karena para santri yang datang dari tempat yang jauh ternyata sulit untuk mendapatkan tempat tinggal, maka para tokoh habaib saat itu sepakat untuk mendirikan Rubath Tarim sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan Islam, bahasa arab dan sebagainya, disamping sebagai tempat tinggal para santri yang datang dari tempat yang jauh. Maka datanglah para penuntut ilmu dari dalam dan luar Tarim, dari dalam dan luar Hadramaut diantaranya dari Indonesia, Malaysia, negeri-negeri Afrika, Negara-negara Teluk dan lain-lain.

Sejak didirikan pada tahun 1304 H (1886 M), Rubath Tarim dipimpin oleh Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur hingga tahun 1314 H (1896 M). Kemudiam kepemimpinan berpindah kepada Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri. Di tempat inilah beliau menghabiskan usianya demi menyebarkan ilmu-ilmu ke-Islaman dan melayani kaum muslimin. Sejak menjadi pengasuh Rubath Tarim beliau telah mewakafkan seluruh kehidupannya untuk berjihad, berdakwah, mengajar, dan menjelaskan berbagai persoalan agama.

Perjalanan panjang Rubath Tarim memang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri. Beliau dilahirkan di kota ilmu , Tarim pada bulan Ramadhan 1290 H (1873 M), beliau tumbuh dengan baik dalam lingkungan yang penuh dengan didikan agama. Di masa kanak-kanak beliau belajar Al-Qur’an kepada dua orang guru Syaikh Muhammad bin Sulaiman Bahami dan anaknya, Syaikh Abdurrahman Baharmi, kemudian beliau mengikuti pelajaran di Madrasah Al-Habib Abdullah bin Syaikh Al-Idrus pada saat itu yang mengajar di tempat tersebut adalah Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Kaff dan Al-Habib Syaikh bin Idrus Al-Idrus. Kepada merekalah beliau belajar kitab-kitab dasar dalam ilmu fiqih dan tasawwuf selain menghafal beberapa juz Al-Qur’an.

Ada beberapa faktor baik intenal maupun eksternal yang menyebabkan beliau memiliki banyak kelebihan, baik dalam ilmu maupun lainnya, sejak kecil hingga dewasanya, selain bakat dan potensinya dalam hal kecerdasan, kecenderungannya yang untuk menjadi ulama dan tokoh telah nampak sejak kanak-kanak, dukungan yang sepenuhnya dari orangtua juga menjadi faktor penting yang tak dapat diabaikan.

Ayahnya senantiasa mencukupi kebutuhannya sejak kecil hingga lanjut usia. Mengenai hal tersebut Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar mengisahkan, suatu ketika seseorang memuji beliau baik ilmunya maupun amalnya di hadapan Al-Habib Abdullah sendiri dan ayahnya Al-Habib Umar Asy-Syathiri. Maka ayahnya yang alim itu juga berkata ,”Aku mencukupi kebutuhannya. Aku hanya makan gandum yang sederhana, sedangkan ia aku beri makan gandum yang bagus,”. Al-Habib Ali Bungur dalam kitabnya mengatakan, barangkali maksud ayah Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri berbuat demikian adalah untuk meningkatkan akhlaknya atau karena ia khawatir anaknya terkena a’in (pengaruh mata, yakni yang jahat) karena di usia muda itu telah nampak kepemimpinannya dalam masalah agama, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih baik, diharapkan daya tahannya lebih kuat.

Menziarahi Peninggalan Salaf
Sejak kecil beliau senang menziarahi peninggalan-peninggalan salaf, ayahnya pernah berkata kepada Al-Habib Ali Bungur, ”ketika kami (ia dan anaknya) mengunjungi Huraidhah,wadi ‘Amad dan Du’an untuk pertama kalinya, yang saya katakan kepada penduduknya adalah, “Tolong beri tahukan kami semua peninggalan salaf di sini. Karena, apabila kami telah pulang ke Tarim dan orang menyebut tentang suatu peninggalan yang ia (anaknya, Al-Habib Abdullah) belum kunjungi saya khawatir ia akan sangat menyesal, saya tahu ia sangat gemar pada sirah para salaf dan peninggalan mereka”.

Di waktu kecil itu pula, apabila terjadi suatu kejadian yang remeh pada diri Habib Abdullah tetapi tak di sukai ayahnya, sang ayah mengharuskannya membaca Al-Qur’an hingga khatam sebelum memulai pelajaran selanjutnya, meski pun pemikiran dan kesiapannya untuk menerima pengetahuan masih terbatas.

Setelah ilmu-ilmu dasar dikuasainya beliau benar-benar memfokuskan kegiatannya untuk mendapatkan ilmu yang lebih banyak dan lebih luas lagi. Beliau selalu mengikuti Mufti Hadramaut saat itu, Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, juga gurunya yang selalu menyebarkan dakwah Al-Habib Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur dan para ulama Tarim lainnya. Kepada mereka beliau belajar kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, nahwu, tasawuf dan lain-lain, juga gurunya yang selalu menyebarkan dakwah Al-Habib Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur dan para ulama Tarim lainnya. Kepada mereka beliau belajar kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, nahwu, tasawuf dan lain sebagainya.

Sebagaimana kebiasaan dan kecenderungan para ulama pada umumnya Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri pun tak puas bila hanya belajar ke kotanya. Maka berangkatlah beliau ke Sewun, lalu tinggal di Rubath kota ini selama empat bulan. Di kota ini diantaranya beliau belajar kepada Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, penyusun kitab Mualid Simthud Durrar, selain menimba ilmu kepada sejumlah ulama Sewun lain dan orang-orang shalih, beliau juga mengambil ilmu dari Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas dan Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi.

Dengan perjalanannya ke Haramain tahun 1310 H (1892 M) jumlah gurunya semakin bertambah banyak. Setelah menunaikan haji dan menziarahi datuknya Rasulullah SAW , beliau sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Kesungguhannya sulit di cari bandingannya. Dalam sehari semalam beliau ber-talaqqi (belajar secara langsung dan pribadi dengan menghadap guru) dalam tiga belas pelajaran. Setiap sebelum menghadap masing-masing gurunya, beliau muthala’ah (kaji) dulu setiap pelajaran itu sendiri.

Guru-gurunya yang sangat berpengaruh di Makkah di antaranya Al-Habib Husein bin Muhammad Al-Habsyi, Syaikh Muhammad bin Said Babsheil, Syaikh Umar bin Abu bakar Bajunaid dan Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha, pengarang kitab I’anah ath-Thalibin yang merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Tetapi yang menjadi Syaikh fath (guru pembuka)-nya adalah Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Al-Masyhur, gurunya ketika di Tarim. Tak terhitung lagi banyaknya kitab yang beliau pelajari pada gurunya ini dalam ilmu fiqih dan yang lainnya.

Selama tiga tahun beberapa bulan beliau berada di Makkah. Pada tahun 1314 H (1896 M) beliau kembali ke negerinya, Tarim dengan membawa bekal ilmu dan tersinari cahaya Tanah Suci, kemudian beliaupun mengajar di Rubath Tarim sampai wafatnya Al-habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur tahun 1320 H (1902 M).

Setelah Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur wafat beliau menjadi pengajar pengajian umum setelah wafatnya Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Masyhur pada 21 Rabiuts Tsani 1274 H (1932 M). Di Rubath Tarim beliau benar-benar memainkan perannya sebagai pengajar, pembimbing, dan penasehat terbaik dan itu berlangsung semenjak ayahnya masih hidup hingga sesudah ayahnya wafat pada bulan Dzulqa’idah tahun 1350 H (1932 M). Selama kurang lebih 50 tahun pengabdiannya murid-muridnya tak terhitung lagi banyaknya, baik dari Hadramaut maupun dari luar, peran dan jasanya tak terbatas di lingkungan Rubath Tarim saja, melainkan juga meluas keseluruh Tarim, bahkan ke kota-kota dan wilayah-wilayah lain di Hadramaut. Beliau menjadi marji’ (rujukan) dalam berbagai persoalan, tidak terhitung lagi ishlah yang dilakukannya kepada pihak-pihak yang bertentangan.

Seiring dengan kekokohannya yang semakin diakui beliau diserahi amanah untuk menangani pengawasan Rubath, pengurusan masalah santri dan pengarahan halaqah. Di tengah kesibukannya itu beliau menyempatkan diri memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Setiap malam Jum’at antara Magrib dan Isya beliau berdakwah kepada mereka di masjid jami’ Tarim. Itu berlangsung sejak tahun 1341 H setelah wafatnya sang guru Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur. Di masa Al-Habib Alwi masih hidup pun beliau sering menggantikannya apabila gurunya sedang tidak berada di tempat atau mempunyai halangan.

Hubungan beliau dengan gurunya ini sangat erat banyak kisah menarik di antara mereka, antara lain ketika sang guru hendak menghembuskan nafas terakhir, sebagaimana yang di kisahkan dalam lawami’ An-Nur, halaman 18 : Sebagaimana diketahui para wali Allah ketika menjelang wafat biasanya menyerahkan urusan atau tugas yang diembannya kepada seseorang yang memenuhi syarat. Terkadang anaknya sendiri yang menerima kepercayaan itu mungkin pula muridnya bahkan terkadang gurunya yang masih hidup yang menerimanya.

Pada sore hari menjelang malam wafatnya Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur, beliau sedang memberikan pelajaran sebagaimana biasanya di Rubath , ketika salah seorang murid membaca beliau terlihat mengantuk, maka murid yang membaca itu sebentar-bentar berhenti membaca, tetapi beliau malah membentaknya agar ia meneruskan membacanya

Karena murid itu berkali-kali diam maka beliaupun menyuruh murid yang lain untuk membaca. Hanya sebentar beliau mengantuk tiba-tiba beliau mengangkat kepalanya dan berteriak dengan keras, ”Semoga Allah merahmati Al-Habib Alwi Al-Masyhur.”. Kalimat demikian mengisyaratkan bahwa Al-Habib Alwi akan atau telah wafat. Kemudian beliau meminta murid-murid untuk tidak membicarakan atau memberitahukan kepada orang lain sampai berita itu diumumkan sebagaimana kebiasaan di sana .

Kemudian beliau keluar ruangan seraya menyuruh murid-muridnya melanjutkan pelajarannya. Beliau menuju rumah Al-Habib Alwi Al-Masyhur, pada saat itu habib dalam keadaan menjelang wafat, didampingi putranya, Habib Abu bakar. Setiap kali sadar dari pingsannya, ia bertanya, ”Apakah Abdullah Asy-Syathiri telah datang ? Apakah ia sudah sampai ?” kalimat itu yang terus diulanginya.
Maka berkatalah putranya, ”Apakah ayah ingin kami mengirim orang untuk menjemputnya?”
Al-Habib Alwi menjawab, ’Tidak.”

Pada saat yang dinantikan itu tiba-tiba Al-Habib Abdullah datang, maka Al-Habib Alwi pun bergembira dan berseri-seri wajahnya. Hubungan bathin segera tersambung diantara mereka. Mereka berpelukan, berjabat tangan dan seolah ada sesuatu yang dititipkan kepada Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri. Kemudian ruh Al-Habib Alwi pun kembali kepada Tuhan-Nya. Tampaknya sebelum itu hanya menunggu kehadiran pemilik amanah yang akan ia serahi kepercayaan itu. Itulah salah satu kisahnya dangan gurunya itu.

Ungkapan Duka para Penyair
Al-Habub Abdullah terus menyuarakan dakwahnya dan mengajar dengan istiqomah hingga Allah memanggilnya pada malam sabtu tanggal 29 jumadil Ula tahun 1361 H (13 juni 1942). Jasadnya dikebumikan dipemakaman zanbal, Tarim. Tak terhitung banyaknya tokoh yang menghadiri pemakamannya, berbagai ratsa’ (ungkapan duka) dibuat para penyair atas wafatnya sang habib. Semuanya termuat dalam salah satu kitab manaqibnya, Nafh ath-Thib al-‘Athiri min Manaqib al-Imam al-Habib Abdullah asy-Syathiri, yang disusun dan dihimpun oleh muridnya, Al-‘Alim Al-‘Allamah Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahanda Al-Habib Umar bin Hafidz.

Sepeninggal Al-Habib Abdullah Asy-Syathiri Rubath Tarim diasuh oleh putra-putranya, pertama-tama yang menggantikannya adalah putranya yang bernama Al-Habib Muhammad Al-Mahdi Al-Kabir yang mampu mengemban tugas itu dengan sangat baik. Ia menjadi pengasuh sekaligus menjadi guru besar di ma’ad ini, setelah itu adiknya Al-Habib Abu bakar bin Abdullah asy-Syathiri, yang sebelumnya selalu membantu kakaknya mengajar.

Kemudian kepemimpinan Rubath Tarim berada di tangan Al-Habib Hasan Asy-Syathiri dan kini yang memimpin putra Al-Habib Abdullah yang lainnya, yaitu Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri yang sekarang menjadi salah seorang tokoh terkemuka di Tarim, Al-Habib Abdullah patut tersenyum bahagia karena para penerusnya terus bermunculan dari masa ke masa baik dari kalangan keluarga maupun yang lainnya.

Sumber : majalah Al-Kisah No.09/tahun VI/21 April-4 mei 2008

MANAQIB SAYYID MUHAMMAD ALI ALMALIKY AL HASANY

Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki. Beliau juga belajar kepada ulama-ulama Makkah terkemuka lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf, Sa’id Yamani, dan lain-lain. Sayyid Muhammad memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh lima tahun. Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak benua Indo-Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan sanad dari Imam Habib Ahmad Mashhur al Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syekh Dya’uddin Qadiri di Madinah, Maulana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya. Sayyid Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Qur’an, Fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad al-Makki merupakan seorang 'aliim yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanda, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam di Makkah al-Mukarromah. Ayahanda beliau adalah salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Maimun Zubair dan lain-lain. Dalam meneruskan perjuangan ayahandanya, Sayyid Muhammad sebelumnya mendapatkan sedikit kesulitan karena beliau merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah melanjutkan studi dan ta'limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihannya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidil Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka majlis ta'lim dan pondok di rumah beliau. Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjidil haram atau di rumah tidak bertumpu pada ilmu tertentu seperti di Universitas, akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan mencicipi apa yang diberikan Sayyid Muhammad Maka dari itu beliau selalu menitik beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya, beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di Indonesia, India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dakwah Sayyid Muhammad al Maliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit yang masuk ke dalam pemerintahan. Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari, beliau juga mengasuh pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama. Sayyid Muhammad al Maliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih- lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku, baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan memecahkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang benar bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Sayyid Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta'lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak sependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, mereka sangat pandai, di samping menguasai bahasa Arab, mereka juga menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan pegangan dan referensi di negara-negara mereka. Pada akhir hayat beliau saat terjadi insiden teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syekh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti "Hiwar Fikri" di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 DhulQo'idah 1424 H dengan judul "Al-qhuluw wal I'tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah", di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist (keras). Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul "Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama". Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da'wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas. Pada tg 11/11/1424 H, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da'wah. Di samping tugas beliau sebagai da'i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau juga seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll. Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka. Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah Najd’ dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf. Saat kaum Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United Nations” (Perserikatan Bangsa- Bangsa) dari para ‘Ulama. Akhirnya, protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha mereka mem-peti es-kan sang ‘alim kontemporer’ yang paling terkenal dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mendukung beliau. Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul untuk dijadikan tandingan mereka. Dengan sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke tangan mayoritas ummat ini. Melalui berbagai karya-karyanya yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan dalam perdebatan saat kaum jahil yang mengandalkan ijtihad pribadi mulai meracuni pemikiran umat Islam. Beliau wafat hari jumat tgl 15 ramadhan 1425 H ( 2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma'la disamping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini. Dan yang menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, setelah disholatkan di Masjidil Haram ba'da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza'. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang menjadi tauladan buat kita semua.

Jumat, 21 November 2008

KHUTBAH IDUL ADHA

بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah Idul Adha 1427 H
MENGAMBIL TELADAN
DARI KISAH NABI IBRAHIM A.S
Ahmad Zain An Najah, MA *
KHUTBAH PERTAMA :

Ma’asyira Al Muslimin yang dirahmati Allah …
Marilah pada pagi hari ini, kita tingkatkan rasa ketaqwaan kita kepada Allah swt , seraya bersyukur kepada-Nya bahwa sampai saat ini kita masih diberi kesehatan dan kesempatan sehingga bisa menunaikan ibadah sholat Idul Adha yang diberkati oleh Allah swt ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah bersama –sama, kita merenungi firman Allah swt, sebagaimana yang tersebut di dalam Surat Al Shofat : 99- 111, tentang kisah nabi Ibrahim as. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah beliau, untuk kemudian kita jadikan bekal di dalam mengarungi kehidupan ini. Sungguh sangat benar apa yang difirmankan Allah swt :
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-nya “ ( QS Al Mumtahanah : 4 )
Diantara pelajaran yang bisa kita ambil pada pagi hari adalah :
Pelajaran Pertama :
“ Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku . “ ( Q. S. Al Shofat : 99 )
Paling tidak, ada empat hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Allah memerintahkan kita untuk berhijrah dan mencari tempat yang kondusif untuk beribadah kepada Allah dan berdakwah di jalan-Nya. Nabi Ibrahim as, setelah sekian tahun berdakwah pada kaumnya, ternyata yang didapat bukan sambutan baik, akan tetapi cercaan, hinaan, bahkan usaha pembunuhan terhadapnya, ia dipaksa untuk menceburkan diri ke dalam api yang sedang menyala. Setelah Allah menyelematkan-nya, beliu diperintah untuk berhijrah ke negri Syam, dalam hal ini Palestina, untuk melanjutkan gerakan dakwah.
Allah memerintahkan kita untuk meluruskan niat hanya untuk mencari ridha Allah di dalam setiap perbuatan.
Allah memerintahan kita untuk membulatkan tekad di dalam menempuh sebuah tujuan yang mulia.
Allah memerintahkan kita agar senantiasa mengingat kematian, karena bagaimanapun juga hebatnya seseorang di dunia ini, akhirnya akan kembali juga kepada Allah swt . “ Inna Lillah wa Inna Ilahi Roji’un “ Kita adalah milik Allah dan akhirnya kita akan kembali kepada-Nya juga .
Ma’asyira Al Muslimin yang dirahmati Allah …
Pelajaran Kedua :
“ Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh “ ( Qs Al Shoffat : 100 )
Ada tiga hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kita harus menyakini bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur dan merawat alam semesta ini. Dan hanya Allah-lah yang menurunkan rizki, memberikan anak, menurunkan hujan, yang menghidupkan dan yang mematikan, memberikan kita sakit dan yang menyembuhkan. Nabi Ibrahim as menyakini hal itu semuanya, oleh karenanya beliau memanggil Allah dengan kata « Rabb « yaitu Yang memelihara dan Yang merawat .
Setelah kita menyakini hal itu semua, maka wajib bagi kita, - sebagai konsekwensi logis dari keyakinan tersebut - untuk tidak beribadah dan meminta pertolongan kecuali kepada Allah swt. Di sini, kita dapatkan nabi Ibrahim as tidak memohon kecuali kepada Allah agar dikarunia keturunan.
Allah swt mengajarkan kepada kita adab berdo’a. Diantaranya adalah hendaknya kita tidak meminta sesuatu kepada Allah swt di dalam kehidupan ini, kecuali jika sesuatu tersebut mempunyai maslahat di dalam hidup kita di dunia dan akherat secara bersama-sama. Kita lihat umpamanya nabi Ibrahim as, tidak meminta keturunan kecuali keturunan yang sholeh, yaitu keturunan yang akan meneruskan perjuangannya di dalam menyebarkan dan menegakkan ajaran Islam, keturunan yang akan selalu berbakti kepada orang tua di saat masih hidup, dan selalu mendo’akannya tatkala ia telah meninggal dunia. Ini sangat sesuai dengan do’a yang tersebut di dalam Q.S. Al Baqarah : 200-201 :
“ Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. “ ( QS Al Baqarah : 200-201 )
Begitu juga kita, seandainya meminta sesuatu kepada Allah , hendaknya meminta sesuatu yang ada manfaatnya di akherat kelak, seperti meminta anak yang sholeh, harta yang barakah, ilmu yang bermanfaat, istri yang sholehah dan seterusnya.
Ma’asyira Al Muslimin yang dirahmati Allah …
Pelajaran Ketiga :
“ Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar “ . ( Qs Al Shoffat : 101 )
Ada dua hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Kalau kita sudah berdo’a secara sungguh-sungguh dan terus-menerus, tetapi Allah belum mengabulkan-nya juga, kita tidak boleh putus asa, karena putus asa terhadap rahmat Allah adalah sifat orang-orang yang tidak beriman. Sebagaimana firman Allah :
“ Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”( QS Yusuf : 87 )
Nabi Ibrahim as sendiri tidak pernah putus asa dalam berdo’a, walaupun puluhan tahun lamanya do’nya belum diterima oleh Allah , baru pada masa tua-nya, do’a tersebut telah dikabulkan oleh Allah swt .
Kita wajib mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat tersebut. Atau bahkan nikmat tersebut baru kita dapat di akhir hidup kita. Nabi Ibrahim mencontohkan hal ini kepada kita, dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepada-nya berupa anak walaupun baru terkabulkan di akhir umurnya. Beliau memuji Allah atas nikmat tersebut :
“ Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. “ ( QS Ibrahim : 39 )
Ma’asyira Al Muslimin yang dirahmati Allah …
Pelajaran Keempat :
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” ( QS As Shofat : 102 )
Ada lima hikmah yang bisa diambil dari ayat di atas :
Bahwa kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia ini dan di akherat nanti, kecuali jika kita mau mengorbankan apa yang kita cintai . Nabi Ibrahim as berhasil meraih predikat kholilullah ( kekasih Allah ), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah swt. Ini sesuai dengan firman Allah swt :
« Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. « ( QS Ali Imran : 92 )
Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita. Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman :
“ Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” ( QS Al Hadid : 20 )
Tetapi pelu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang dikemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :
“ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.( QS Al Baqarah : 216 )
Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakkal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Berbeda dengan orang –orang yang tidak beriman dan tidak mempunyai keyakinan kepada janji-janji Allah swt, mereka akan goncang dan stress jika kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, apalagi anaknya satu-satunya yang sedang beranjak dewasa. Data dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyebutkan bahwa 800 ribu orang dari penduduk dunia setiap tahunnya melakukan tindakan bunuh diri, 80 % nya disebabkan karena stress dan tidak kuat di dalam menghadapi berbagai problematika yang menimpa dirinya. Problematika –problematika tersebut berkisar pada masalah keluarga, pernikahan, anak, studi, pekerjaan dan lain-lainya. Dan menurut data tersebut, fenomena semacam ini paling banyak didapati di negara-negara maju, seperti Denmark, Norwegia, Perancis. Di Amerika Serikat sendiri didapatkan bahwa setiap 20 menit telah terjadi kasus bunuh diri, artinya setiap hari sebanyak 75 orang bunuh diri.
Kesenangan dunia yang diberikan Allah kepada kita, jangan sampai melalaikan kita dari beribadat kepada-Nya. Dalam rangka itulah, Allah swt setelah memberikan karunia anak yang sholeh kepada nabi Ibrahim as, dan pada saat anak tersebut beranjak menjadi dewasa, Allah swt hendak menguji nabi Ibrahim as, apakah anak yang telah lama dinanti-nantikan tersebut, yang telah lama dirawat dan didiknya sehingga menjadi dewasa dan sangat menyejukkan hati orang tuanya itu.. apakah akan melalaikannya dari ibadat dan taat kepada Allah swt ? disinilah nabi Ibrahim as diuji. Apakah dia lebih mencintai anak atau mencintai Allah swt ? Ternyata nabi Ibrahim as, secara baik telah mampu melewati ujian tersebut. Ia telah menempatkan kecintaannya kepada Allah di atas segala-galanya. Dia segera melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih anaknya, dia sangat menyakini bahwa setiap yang diperintahkan Allah akan selalu berakibat baik. Sebaliknya, kalau dia tetap lebih mencintai anaknya dan melalaikan perintah Allah swt, niscaya dia termasuk orang –orang yang merugi. Allah swt berfirman :
“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. “ ( QS Al Munafiqun : 9 )
KHUTBAH KEDUA :
Ma’asyira Al Muslimin yang dirahmati Allah …
Pelajaran kelima :
“ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). “ ( Q. S. Al Shofat :103 )
Seorang hamba yang sabar ketika diuji oleh Allah swt, dan taat dengan segala perintahnya, serta pasrah dengan hukum-hukum-Nya, niscaya akan mendapatkan balasan yang stimpal di dunia ini dan di sisi Allah pada hari akhir nanti.
Diantara balasan yang diberikan Allah itu adalah sebagai berikut :
Mendapat pujian dan predikat dari Allah sebagai orang berbuat baik dan tergolong orang-orang yang muhsinin . Allah berfirman :
“ Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim “ . sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu . sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.( Qs As Shofat : 104-105 )
Mendapatkan rizqi yang melimpah. Allah berfirman :
“ Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. “( Qs As Shofat : 107)
Nabi Ibrahim as, setelah pasrah penuh kepada perintah Allah, maka Allah memberikannya rizki berupa kambing kurban. Kita, kaum muslim in jika mengikuti langkah nabi Ibrahim di atas, niscaya akan mendapatkan rizki yang melimpah juga, seperti kesehatan, kemudahan, kelancaran dalam urusan-urusan, anak yang sholeh, keberhasilan studi, kemudahan di dalam mendapatkan pekerjaan dan lain-lainnya.
Nama dan perjuangannya dikenang oleh generasi selanjutnya. Allah berfirman :
“ Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “ ( Qs As Shofat : 108 )
Perjuangan dan ketabahan nabi Ibrahim telah diabadikan dalam Al Qur’an yang akan dibaca kaum muslimin hingga hari kiamat, dan ditulis dengan tinta emas di dalam buku-buku sejarah. Dengan sikap pasrah terhadap perintah Allah, akhirnya nabi Ibrahim menjadi panutan umat sepanjang zaman.
Allah akan melimpahkan rahmat dan kedamaian serta keselamatan di dalam kehidupannya . Allah berfirman :
“ yaitu Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. “( Qs As Shofat : 109 )
Selain itu, generasi selanjutnya juga akan selalu mendoakannya. Paling tidak, lima kali sehari kaum muslimin mendo’akan keselamatan atas nabi Ibrahim dan keluarga serta keturunannya, tepatnya di akhir sholat, kita diperintahkan membaca sholawat kepada nabi Ibrahim a.s
Kairo, 10 Dzulhijjah 1427 H - 30 Desember 2006
* Khutbah ini disampaikan pada Hari Raya Idul Adha 1427 H di KBRI ( Kedutaan Besar Republik Indonesia ) , Kairo , Mesir

KHUTBAH IDUL ADHA

KHUTBAH IDUL ADHA
Merenungi Makna Haji Dan Qurban
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hari ini kita sedang berada di musim haji. Jutaan manusia yang terpanggil oleh seruan Nabi Ibrahim as, hari ini sedang melaksanakan ibadah yang mulia ini. Sebentar bagi tetesan darah qurban akan membasahi persada bumi.Sebagaimana kita ketahui bahwa apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala pastilah mengandung makna, bukan hanya filsafat yang hampa apalagi sandiwara yang sia-sia. Dia akan membuahkan nilai-nilai yang berguna baik bagi pribadi dan masyarakat apabila dilaksanakan secara benar sesuai dengan tuntunan-Nya.Marilah kita renungi makna yang terkandung dalam ibadah haji dan qurban ini.Salah satu makna terbesar yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji adalah tentang persatuan dan kesatuan umat. Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan "batas" palsu yang tidak jarang menyebabkan "perpecahan" di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep "aku", bukan "kami atau kita", sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Penonjolan "keakuan" adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah agama mereka dan mereka menjadi beberapa partai. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka" (QS. Ar-Ruum 31-32)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala.Mulai dari miqat mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu kain kapan pembungkus mayat yang terdiri dari dua helei kain putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang cukup makan dan yang kurang makan, yang dimuliakan dan yang dihinakan, yang bahagia dan yang sengsara, yang terhormat dan orang kebanyakan, yang berasal dari Barat dan yang berasal dari Timur, mereka memakai pakaian yang sama, berangkat pada waktu dan tempat yang sama dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama pula. Mereka beraktifitas dengan aktivitas yang sama dan menggunakan kalimat yang sama.
"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, akau penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuatan hanyalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu."Manusia yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai ras, nation, kelompok, suku dan keluarga dengan ibadah haji diphimpun oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan berbagai faktor kesamaan agar mereka menjadi satu. Hal ini mengisyaratkan bahwa segala problematika umat Islam akan dapat terselesaikan secara mendasar apabila mereka bersatu dan bersama-sama dalam bersikap dan berbuat, sebagaimana jawaban Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada Hudzaifah bin Yaman, ketika dia menanyakan bagaimana cara menyelesaikan problematika yang dihadapi oleh umat Islam. Beliau bersabda:
"Hendaknya engkau tetap dalam Jama'ah Muslimin dan Imam mereka" (HR. Bukhari)Jama'ah merupakan wujud kebersamaan dan Imamah merupakan wujud kesatuan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.Problematika umat Islam abad ini tidak lain karena mereka telah jauh dari ajaran Islam, telah jauh dari Al-Qur`an dan jauh dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Problema-problema umat Islam semakin hari semakin bertambah banyak dan kompleks.Inti dari problematika ini pada hakikatnya adalah krisis rohani yang sedang melanda umat Islam. Mereka tidak mengamalkan ajaran dan hukum Islam secara konsekuen sedang tokoh-tokoh Islam semakin jauh dari ajaran Islam. Mereka hanya menggunakan ajaran Islam untuk kepentingan pribadinya. Mereka tidak dapat memeberikan contoh yang baik bagi para pengikutnya. Pada akhirnya Islam tidak lagi dipercayai dapat menyelesaikan problematika umat manusia. Ini adalah akibat perilaku umat Islam, khususnya para tokohnya yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Padahal sebenarnya di tangan umat Islamlah terletak tanggung jawab menyelesaikan problematika umat manusia sebagaimana yang dibuktikan umat Islam di masa kejayaannya ketika mereka konsekuen dengan ajarannya. Islamlah satu-satunya ajaran yang dapat menyelesaikan problematika umat manusia. Namun sayang umat Islam sendiri sedang menghadapi problema internal yang diakibatkan oleh perpecahan dan tersobek-robeknya kesatuan.Keadaan seperti ini akan terus berlangsung selama umat Islam masih tetap dalam perpecahan dan tidak berkehendak mencari jalan keluarnya.Mudah-mudahan dengan merenungi makna ibadah haji ini umat Islam menjadi sadar, betapa pentingnya kebersamaan dan kesatuan dengan kembali menetapi Jama'ah Muslimin dan Imam mereka sebagaimana yang telah ditetapi oleh sebagian umat Islam sejak tahun 1372 H/1953 M dengan wujud Jama'ah Muslimin (Hizbullah).Sedangkan kita yang telah berada di dalam Jama'ah hendaknya menyadari betapa besar tanggung kita dalam menyelesaikan problematika umat manusia dewasa ini. Jangan sampai merasa bahwa telah menetapi Jama'ah persoalan telah selesai. Menetapi al-Jama'ah baru merupakan langkah awal untuk menyelesaikan problematika-problematika besar lainnya yang menghadang umat Islam, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan sebagainya. Oleh karena itu kaum muslimin yang sudah berada di dalam al-Jama'ah tidak boleh santai dan hanya main-main. Apabila tidak bersungguh-sungguh, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengganti dengan kaum yang lebih baik, yang mampu memikul tanggung jawab yang sangat besar ini. Allah berfirman:
"Hai orang yang beriman barangsiapa di antara kamu yang berbalik dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut kepada orang-orang yang beriman, yang bersikap keras kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Maha Luas lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Maidah: 54).
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.Kesatuan dan kebersamaan umat Islam akan terwujud apabila kita, di samping mampu menangkap makna ibadah haji, kita juga mampu menangkap makna ibadah qurban dan kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari.Mempersatukan umat Islam memang tugas besar dan berat oleh karena itu membutuhkan pengorbanan yang besar dan berat pula.Sebagaimana kita ketahui ibadah qurban ini bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya semata wayang Nabi Ismail as.Dalam hal ini digambarkan oleh sebuah hadits sebagai berikut:
"Para sahabat bertanya, "apakah maksud qurban ini?" Beliau menjawab, "Sunnah Bapakmu, Ibrahim." Mereka bertanya, "apa hikmahnya bagi kita?" Beliau menjawab, "Setiap rambutnya akan mendatangkan satu kebaikan." Mereka bertanya, "Apabila binatang itu berbulu?" Beliau menjawab, "Pada setiap rambut dari bulunya akan mendatangkan kebaikan" (HR. Ahmad).Diriwayatkan oleh para ahli tarikh, bahwa kehidupan Nabi Ibrahim adalah kehidupan penuh dengan perjuangan, keterlunta-luntaan, jihad dan perang melawan kebodohan kaumnya, kefanatikan penyembah berhala termasuk ayahnya sendiri, penindasan Namrudz sedang istrinya sendiri Sarah, yang mandul adalah seorang ningrat yang fanatik.Sebagai seorang nabi yang menyerukan Tauhid, Ibrahim melaksanakan tugas berat dalam sebuah masyarakat yang tiran dan penuh perlawanan. Namun setelah seabad lamanya menanggungkan segala macam derita dan siksaan, ia berhasil menanamkan kesadaran ke dalam diri manusia-manusia akan cinta kemerdekaan dan keberagamaan. Setelah tua Ibrahim menjadi kesepian. Sebagai manusia ia ingin mempunyai anak. Istrinya mandul sedang ia sendiri telah berusia seabad lebih. Ia tidak berpengharapan. Ia hanya dapat mendambakan. Allah akhirnya melimpahkan karunia-Nya kepada lelaki tua ini karena ia telah mengabdikan seluruh hidupnya dan karena ia telah menanggungkan penderitaan demi menyebarluaskan syari'at-Nya. Melalui hamba perempuannya yang hitam dari Ethiopia yang bernama Hajar, Dia mengaruniai Ibrahim dengan seorang putra, Ismail. Allah berfirman:
"Maka Kami gembirakan dia dengan seorang anak yang sangat penyantun" (QS. Ash-Shaffat: 101).
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.Ismail bukanlah hanya seorang putra bagi ayahnya. Ismail adalah buah dambaan Ibrahim seumur hidupnya. Sebagai seorang putra tunggal dari seorang lelaki tua yang telah menanggungkan penderitaan berkepanjangan, Ismail adalah yang paling dicintai oleh ayahnya. Namun tanpa diduga, Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, harapan dan dambaan hidupnya yang paling dicintai itu. Betapa goncang jiwa Ibrahim ketika menerima perintah ini. Setelah perintah itu ia sampaikan kepada anaknya dan anaknya menerimanya, akhirnya kedua hamba Allah ini pasrah melaksanakan perintah Allah ini. Allah menggambarkan peristiwa yang sangat dramatis ini dengan firman-Nya:"Tatkala keduanya telah pasrah dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya. Dan Kami panggil dia. "Hai Ibrahim, kamu telah membenarkan mimpi (perintah) itu, sesungguhnya demikianlah Kami membalas kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. Ash-Shaffat: 102)Kemudian Allah menebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar dan inilah yang diabadikan dengan syari'at qurban hingga saat ini.Kaum muslimin yang dirahmati Allah.Jadi qurban adalah perlambang kesediaan seseorang untuk mengorbankan barang yang paling dicintai dalam rangka mengabdikan diri di jalan Allah.Untuk mewujudkan kesatuan umat dan mengatasi problematika umat ini memang membutuhkan pengorbanan, tanpa pengorbanan mustahil hal itu akan terwujud. Oleh karena itu marilah kita qurban harta kita, jiwa dan raga kita, harga diri kita, keluarga kita, waktu kita, profesi dan jabatan kita demi terwujudnya kesatuan umat dan terselesaikannya problematika yang melilit umat Islam dewasa ini. Jangan sampai barang-barang yang kita cintai tersebut menghalangi kita untuk berjihad mewujudkan perjuangan yang besar ini. Insya Allah apa yang kita qurbankan pasti akan diganti oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya" (QS. Saba: 39).Semoga kita mampu mengamalkannya, Amin Ya Robbal 'Alamin.







CopyRight © Risalah Al Jama'ah Team

Sabtu, 15 November 2008

KHOTBAH JUM'AT

Sudah Terujikah Iman Kita
Oleh: cHOIRUL ANAM, S.Ag
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202)